Liputan6.com, Jakarta- Pernah bertanya-tanya bagaimana harga BBM di Indonesia ditentukan? Ternyata, rumusnya tidak sesederhana yang dibayangkan. Prosesnya melibatkan banyak faktor, mulai dari harga minyak mentah internasional hingga pajak dan subsidi pemerintah.
Salah satu komponen utama adalah harga dasar BBM. Harga ini terdiri dari biaya perolehan minyak mentah (biasanya mengacu pada Mean of Platts Singapore atau Argus), biaya pengolahan di kilang, biaya distribusi dan penyimpanan, serta margin keuntungan Pertamina dan SPBU.
Komponen lainnya adalah pajak, seperti PPN dan PBBKB, yang ditambahkan ke harga dasar. Untuk BBM bersubsidi, pemerintah memberikan subsidi untuk mengurangi beban masyarakat. Terakhir, harga akhir dibulatkan, dan peraturan pembulatan ini pun bisa berubah, seperti yang terjadi di tahun 2024.
Perubahan signifikan dalam perhitungan harga BBM terjadi pada tahun 2024 dengan berlakunya Permen ESDM Nomor 10 tahun 2024. Perubahan utama adalah metode pembulatan harga, dari sebelumnya dibulatkan ke atas menjadi dibulatkan ke bawah. Perubahan ini berdampak pada kompensasi yang diterima Pertamina.
Mengenal Lebih Dalam Rumus Harga BBM
Rumus perhitungan harga BBM di Indonesia memang kompleks dan dinamis. Tidak ada satu formula tetap yang digunakan sepanjang masa. Komponen-komponen utama seperti harga dasar, pajak, dan subsidi untuk BBM jenis tertentu atau bersubsidi, tetapi persentase dan detail perhitungannya dapat berubah sesuai kebijakan pemerintah.
Sebagai contoh, acuan harga minyak mentah internasional seringkali menggunakan MOPS atau Argus, tetapi angka pastinya dan bobotnya dalam perhitungan dapat berbeda setiap tahunnya.
Biaya distribusi dan penyimpanan juga menjadi faktor penting yang mempengaruhi harga akhir di SPBU. Biaya ini mencakup pengangkutan dari kilang ke SPBU, penyimpanan di depo, dan pemeliharaan infrastruktur. Perbedaan biaya distribusi ini menjelaskan mengapa harga BBM di berbagai wilayah Indonesia bisa berbeda, terutama antara Pulau Jawa dan kawasan timur Indonesia. Faktor geografis dan logistik memainkan peran signifikan dalam hal ini.
Margin keuntungan Pertamina dan SPBU juga merupakan bagian dari harga dasar. Besaran margin ini diatur oleh pemerintah dan dapat berubah seiring waktu. Pemerintah perlu menyeimbangkan antara memberikan keuntungan yang wajar bagi perusahaan dan menjaga agar harga BBM tetap terjangkau bagi masyarakat.
Pajak, khususnya PPN dan PBBKB, juga merupakan komponen yang cukup besar dalam harga BBM. Besaran pajak ini dapat berbeda-beda antar daerah, yang juga berkontribusi pada perbedaan harga BBM antar wilayah.
Dampak Perubahan Rumus dan Faktor Lain
Perubahan rumus perhitungan harga BBM, seperti yang terjadi pada tahun 2024, mempunyai dampak yang signifikan, terutama pada besaran subsidi dan kompensasi yang diterima Pertamina. Perubahan metode pembulatan harga, misalnya, langsung mempengaruhi harga jual eceran dan keuntungan yang diperoleh perusahaan. Oleh karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan secara matang setiap perubahan rumus agar tidak merugikan salah satu pihak.
Selain faktor-faktor yang telah disebutkan, ada faktor lain yang juga perlu dipertimbangkan, seperti fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Karena sebagian besar transaksi minyak mentah dilakukan dalam dolar AS, perubahan nilai tukar akan mempengaruhi harga dasar BBM dalam rupiah.
Sebagai contoh, kenaikan harga BBM Pertamina pada awal tahun 2025 telah memicu perhatian publik. Kenaikan ini mencakup beberapa jenis BBM, seperti Pertamax, Pertamax Turbo, dan Dexlite, sementara harga Pertalite tetap sama.